Selasa 15 Jul 2025

Notification

×
Selasa, 15 Jul 2025

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mahasiswa atau Anjing Penurut? Refleksi Kritis Budaya Senioritas di Kampus

02 Juni 2025 | 23:23 WIB | 45 Views Last Updated 2025-06-04T12:25:09Z
Foto: ilustrasi/PNGegg



Solidaritas.Online - Di tengah gempuran isu nasional dan global, mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran, keadilan, dan perubahan. Namun, kenyataannya, sebagian mahasiswa hari ini justru terjebak dalam budaya kampus yang mematikan nalar kritis: budaya senioritas yang membungkam, bukan membimbing.


Tak sedikit mahasiswa yang semangat mengikuti pelatihan kader, diskusi, bahkan membaca buku-buku filsafat dan teori sosial demi meningkatkan kapasitas diri. Namun semua itu seolah sia-sia, karena ketika berhadapan dengan senior, keberanian mereka hilang begitu saja. Mereka menjadi penurut, tidak berani berbeda pendapat, bahkan cenderung membenarkan apa pun yang datang dari senior, meski bertentangan dengan logika dan nurani.


Ada semacam ketakutan kolektif yang diciptakan dan dipelihara: bahwa menjadi mahasiswa berarti harus "loyal", harus "tunduk", harus "mengikuti jejak senior". Dalam pelatihan kader, bukannya dibentuk menjadi pemimpin masa depan yang mandiri dan kritis, mereka justru diajari untuk diam, untuk patuh, dan untuk tidak membantah. Perbedaan pendapat dianggap sebagai bentuk perlawanan. Kritik dipersepsikan sebagai pengkhianatan.


Pertanyaannya, untuk apa belajar keras, membaca buku perjuangan, memahami teori pembebasan, jika dalam praktiknya hanya menjadi boneka yang dikendalikan oleh senior? Kampus bukan tempat menumbuhkan pemujaan terhadap status dan hierarki. Kampus adalah ruang intelektual yang seharusnya bebas dari tekanan feodal.


Sudah waktunya mahasiswa merdeka dari kultur “yang muda harus diam dan ikut saja”. Kepatuhan tanpa nalar adalah bentuk kematian intelektual. Kaderisasi bukan jalan menuju penghambaan. Jika ingin menjadi agen perubahan, mahasiswa harus belajar untuk berpikir mandiri, berani mengkritik, dan tak takut untuk berdiri di sisi yang benar — bahkan jika itu berarti melawan arus kelompoknya sendiri.


Mahasiswa sejati bukan yang disukai senior, tapi yang berani menyuarakan apa yang benar. Bukan yang sibuk mencari restu, tapi yang konsisten berdiri atas dasar nilai dan logika. Menjadi mahasiswa adalah pilihan untuk berpikir, bersuara, dan bergerak — bukan untuk menjadi anjing penurut dalam sistem yang menindas diam-diam.

(Anggaraena) 

×
Berita Terbaru Update