Solidaritas.Online - Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, menerima secara langsung permintaan maaf dari lima mahasiswa yang sebelumnya ditetapkan sebagai tahanan kota akibat aksi unjuk rasa Hari Buruh Internasional (May Day) pada Mei lalu.
Pertemuan tersebut berlangsung di Kantor Wali Kota Semarang pada Selasa (8/7), didampingi oleh Ketua BEM Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Kelima mahasiswa tersebut adalah Muhammad Akmal Sajid, Kemal Maulana, Afta Dhiaulhaq Al Falis, Jovan, dan Afrizal. Dalam kesempatan itu, mereka secara bergiliran menyampaikan permohonan maaf atas tindakan anarkis yang dilakukan saat aksi dan mengaku menyesali perbuatan mereka.
Afta Dhiaulhaq Al Falis, mahasiswa Unnes, secara khusus menyampaikan permintaan maaf kepada Wali Kota Semarang.
“Saya meminta maaf sebesar-besarnya karena telah merusak aset milik Pemerintah Kota Semarang berupa barikade taman yang kemudian saya lempar ke dalam gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah. Saya menyesal dan ingin memperbaiki diri serta tidak mengulangi perbuatan yang sama,” ujarnya.
Wali Kota Agustina mengapresiasi inisiatif para mahasiswa dan pemimpin BEM yang datang langsung untuk menyampaikan permohonan maaf.
“Hari ini para pemimpin BEM mengambil tanggung jawab untuk mengantar lima kawannya yang mengambil keputusan keliru dan sekarang berada dalam posisi yang sulit. Tugas pemimpin mencari jalan yang sudah pas. Yang mau langsung datang, ini saya suka,” ungkapnya.
Menurut Agustina, tindakan anarkis tersebut terjadi karena kurangnya pengalaman dalam menyampaikan aspirasi secara tepat. Ia mengingatkan pentingnya sikap bijak saat mengikuti aksi unjuk rasa.
“Kita juga tidak ingin kalian tidak turun ke jalan. Memang tugas kalian harus menjadi kritis, menjadi penggerak, menjadi pendobrak sesuatu. Tetapi sebagai kaum terpelajar kalau kita mau melakukan sesuatu, itu harus ada ukurannya,” katanya.
“Dan ukurannya itu sekalian buat sendiri. Maka kami tidak mengintervensi. Kalau kita memang aktivis sejati itu ada sense kok. Oh ini boleh, oh ini harus berhenti, oh ini batas, oh ini enggak benar,” lanjut Agustina.
Sebelumnya, enam orang mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka usai terlibat dalam aksi yang berujung kericuhan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada peringatan May Day 2025.
Namun, mereka tidak ditahan di rutan karena berstatus sebagai mahasiswa aktif dan mendapatkan jaminan dari pihak kampus, sehingga diputuskan menjadi tahanan kota.
Meskipun telah menerima permohonan maaf, Agustina tetap menekankan agar peristiwa serupa tidak terulang. Ia mengingatkan bahwa fasilitas publik dibangun dari pajak masyarakat yang dikumpulkan melalui kerja keras.
“Kalau demo tidak usah pakai gituan (merusak, anarkis), ya bisa, bisa banget. Ya, kita memaafkan dan berusaha mendorong bagaimana kalian secepatnya bisa menjalani hari-hari yang normal. Hari-hari di mana kalian bisa mengekspresikan diri dengan lebih nyaman,” tandasnya.