Solidaritas.Online - Bagi para pencinta rokok, merokok bukan sekadar kebiasaan, melainkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan rutinitas yang sulit dilepaskan.
Keluhan khas para perokok adalah rasa yang "asem" jika tidak merokok setelah makan, seolah-olah ada sesuatu yang kurang untuk menutup sesi makan dengan sempurna.
Begitu pula ketika ngopi, tanpa rokok, rasanya seperti ada yang hilang. Kombinasi kopi dan rokok bagi mereka adalah duet tak terpisahkan, menciptakan momen refleksi yang menenangkan.
Namun, di balik kebiasaan ini, ada sisi humanis yang unik dari para perokok. Mereka adalah makhluk sosial yang penuh rasa peduli terhadap sesamanya.
Ketika salah satu dari mereka kehabisan rokok, rasa "penderitaan" yang dirasakan itu hampir bisa dirasakan oleh semua perokok yang ada di sekitar.
Sifat solidaritas mereka begitu kuat. Jika ada salah satu yang memiliki rokok, hampir bisa dipastikan mereka akan dengan senang hati menawarkan kepada teman-temannya.
Seolah-olah ada kesepakatan tak tertulis di antara para perokok: rokok adalah saling mengerti dan saling memberi, simbol kecil solidaritas yang tak terkatakan.
Selain itu, perlu diingat bahwa para perokok juga menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar bagi negara melalui cukai rokok yang mereka bayar.
Kebiasaan ini menunjukkan bahwa bagi mereka, rokok bukan sekadar benda konsumsi, tetapi juga alat untuk membangun koneksi, mempererat persahabatan, dan bahkan menunjukkan kepedulian.
Jadi, meski sering dipandang sebelah mata, para perokok memiliki nilai-nilai kebersamaan yang jarang terlihat di kebiasaan lain.