Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

 


Indeks Berita

303 Ribu Pekerja: Kemenperin Harus Buktikan atau Berhenti Berbicara

09 Agustus 2025 | 00:18 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-08T17:29:21Z
Klaim Kemenperin soal serapan 303 ribu pekerja pada 2025 dipertanyakan. Data PHK, kemerosotan PMI, dan dampak kebijakan impor menunjukkan kontradiksi. Publik menuntut transparansi dan solusi nyata untuk pekerja.(Dok. Databoks) 

Solidaritas.Online - Di balik layar gemerlap data resmi, jutaan pekerja Indonesia tenggelam dalam krisis. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengumumkan serapan tenaga kerja sebanyak 303 ribu pekerja pada Januari–Juni 2025.

Sebuah angka yang bertolak belakang dengan realitas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengguncang negeri. 

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 42.385 pekerja terkena PHK hingga Juni, sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan hingga 150.000 pekerja terdampak, termasuk 10.969 dari PT Sri Rejeki Isman dan 1.100 dari PT Yamaha Music. Apakah klaim ini kebenaran, atau sekadar narasi yang dipoles?

Said Iqbal, Presiden Partai Buruh/KSPI, menggugat keras, menyebut data tersebut “Asal Bapak Senang” (ABS)—sebuah kritik pedas terhadap dugaan kepentingan politis. Wahyu Hidayat aktivis FSPMI/pendiri Spirit Binokasih menambahkan dimensi lain, menyatakan bahwa angka 303 ribu kemungkinan besar merupakan data kuartal I 2020 (303.085 pekerja, per Databoks), bukan cerminan 2025. 

Bukti mendukung argumen ini: Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur turun ke 47,4 pada Mei 2025, menandakan industri dalam tekanan. 

Sementara itu, Permendag No. 8/2024 memicu banjir impor, menghantam sektor tekstil dengan PHK ribuan buruh. Kemenperin membalas dengan optimisme, mengandalkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) 52,50 pada Juni 2025. 

Namun, Juru Bicara Febri Hendri mengakui PHK dua juta pekerja sejak Agustus 2024 akibat kebijakan impor. 

Data Kemnaker menunjukkan penurunan tenaga kerja industri dari 23,98 juta (Agustus 2024) menjadi 19,60 juta (Februari 2025)—sebuah kontradiksi yang memprihatinkan. 

Tanpa metodologi yang transparan, klaim 303 ribu pekerja ini hanyalah spekulasi tanpa dasar.
Kemenperin harus membuktikan kredibilitasnya. 

Publikasikan metodologi pengumpulan data, atau sangkaan Said Iqbal dan Wahyu Hidayat akan menjadi cerminan kebenaran. 

"Di tengah gelombang PHK dan antrian berdesak para pelamar kerja yang masih terus terjadi, di situasi penantian janji May Day yang tak jua terealisasi dengan semakin menggilanya outsourcing maupun sikap DPR dan pemerintah yang seolah masih berleha-leha untuk menggarap UU Ketenagakerjaan baru sebagaimana amar putusan MK, maka Pernyataan Kemenperin hanyalah fatamorgana semata!" ujar Wahyu. 

Kemenperin harus publikasikan metodologi pengumpulan data, atau sangkaan Said Iqbal dan Wahyu Hidayat akan menjadi suara rakyat. 

Solusi yang konkret meliputi insentif untuk industri lokal, dan program reskilling skala besar serta penghapusan outsourcing pekerja yang terus menghisap. 

Rakyat berhak atas kebenaran, dan pekerja menanti kebijakan yang mengangkat harkat mereka. Saatnya pemerintah menepati janji dengan fakta, bukan sekadar retorika.
×
Berita Terbaru Update