Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Wahyu Hidayat Tanggapi Polemik Bahasa Inggris di Pelantikan Rektor UPI, DPR Walkout.

16 Juni 2025 | 18:16 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-16T12:08:32Z

 Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, turut mengkritik UPI atas insiden ini. 

Pada 16 Juni 2025, suasana khidmat pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Didi Sukyadi di Gedung Auditorium Ahmad Sanusi, Bandung, mendadak berubah menjadi polemik. 

Sumpah jabatan yang dibacakan dalam bahasa Inggris, _"I swear to faithfully carry out my duties as the Rector of Universitas Pendidikan Indonesia to the best of my abilities, uphold the constitution, and serve the nation and the people of Indonesia with integrity,”_ memicu reaksi keras dari Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal. 

Dengan penuh kekecewaan, ia memilih walkout dari acara yang dihadiri pejabat, akademisi, dan civitas akademika UPI. 

Cucun menilai penggunaan bahasa Inggris dalam sumpah jabatan melanggar Pasal 36 UU Nomor 24 Tahun 2009, yang mewajibkan bahasa Indonesia dalam acara resmi kenegaraan. 

“UPI sebagai institusi pendidikan harusnya menjadi pelopor menjaga marwah bahasa nasional, bukan malah mengabaikannya demi gengsi akademik!” tegasnya.

Polemik ini mencuat karena bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol identitas dan kedaulatan bangsa. UPI, sebagai universitas negeri, memiliki tanggung jawab besar untuk menjunjung tinggi nilai nasionalisme. 

Cucun menegaskan bahwa tindakan ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga penghinaan terhadap perjuangan para pendiri bangsa yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai perekat persatuan. 

Ia mempertanyakan komitmen UPI dalam membentuk generasi yang mencintai budaya dan bahasa nasional.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi, yang kerap berpidato dalam bahasa Sunda, tidak dianggap melanggar hukum. 

Pidato-pidatonya, seperti dalam acara “Nganjang ka Warga,” dilakukan di ranah budaya dan informal, yang dilindungi oleh Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pelestarian Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda. 

Kang Dedi menggunakan bahasa Sunda untuk memperkuat identitas budaya Jawa Barat, bukan untuk menggantikan bahasa Indonesia dalam acara resmi.

Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, turut mengkritik UPI atas insiden ini. Ia menyayangkan sikap UPI yang dinilainya terlalu mengedepankan ego akademik. 

“UPI harus introspeksi. Dari isu pengelolaan dana hibah yang bermasalah hingga kritik terhadap Kang Dedi Mulyadi yang dangkal, mereka gagal melihat sisi transendental kepemimpinan KDM yang mengedepankan nilai budaya dan spiritual dan bukannya memperbaikinya, justeru melakukan lagi hal yang memalukan ini! ” ujarnya. 

Polemik ini menjadi cermin bagi institusi pendidikan untuk mengevaluasi komitmen mereka terhadap identitas nasional. 

Bahasa Indonesia bukan sekadar formalitas, melainkan jiwa bangsa yang harus dijaga. 
UPI harus belajar dari kejadian ini dan menempatkan nasionalisme di atas ego akademik. 
Bangsa ini membutuhkan teladan, bukan kontroversi yang melemahkan persatuan! 


(Why) 
×
Berita Terbaru Update