Solidaritas.Online - Kasus dugaan penyimpangan penggunaan anggaran DPRD Kabupaten Lampung Utara tahun 2022 senilai Rp2,8 miliar kembali menjadi sorotan publik. Aktivis nasional mendesak Kejaksaan Agung RI untuk turun tangan, menyusul proses penanganan di Kejati Lampung yang dinilai lamban dan terkesan “mandul”.
Penelusuran kembali kasus ini mencuat setelah Kejati Lampung membuka lagi penyelidikan yang sebelumnya sempat “di-peti-es-kan”.
Sejumlah pejabat Sekretariat DPRD telah dimintai keterangan sejak 2023, namun perkembangan kasus dinilai tidak signifikan hingga awal November 2025, ketika penyelidikan kembali diaktifkan.
Tiga nama yang disebut sebagai pihak paling bertanggung jawab pada periode tersebut—Alamysah, Romli, dan Wansori—kompak memilih bungkam ketika dimintai tanggapan terkait dugaan tipikor ini.
Saat ini, Alamysah menjabat Asisten II Pemkab Lampura, Romli menjabat Wakil Bupati Lampura, dan Wansori kembali duduk sebagai anggota DPRD sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Lampura.
Temuan BPK: Penyimpangan Rp2,879 Miliar Tak Ditindaklanjuti
Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas LKPD Lampung Utara Tahun 2022 Nomor: 30B/LHP/XVIII.BLP/05/2023, ditemukan ketidaksesuaian realisasi belanja barang dan jasa di Sekretariat DPRD sebesar Rp2.879.354.920.
Dari jumlah tersebut, Rp618.040.000 merupakan belanja perjalanan dinas dan biaya pendukung lainnya. Bahkan temuan BPK mengungkap dugaan keterlibatan empat pimpinan dan 40 anggota DPRD Lampura dalam penyimpangan realisasi anggaran tersebut.
BPK telah merekomendasikan agar Sekretaris DPRD memproses dan mengembalikan indikasi kerugian daerah sebesar Rp2.021.104.920 ke kas daerah. Namun hingga semester II tahun 2023, rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti.
Aktivis Nasional: Kejati Lampung Terkesan Mandul
Sumber inilampung.com di Kejati Lampung mengisyaratkan bahwa kasus ini kini kembali diseriusi. Namun sikap itu dinilai terlambat oleh aktivis nasional, Aspan, yang menuding adanya kejanggalan dalam proses penyelidikannya.
“Kasus tersebut tidak ditangani dengan serius oleh pihak yang menangani, yaitu Kejati Lampung. Terkesan seperti mandul, apa jangan-jangan sudah ada kongkalikong,” tegas Aspan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam terhadap dugaan permainan hukum di daerahnya.
“Ini bukan sekadar persoalan anggaran atau dokumen, namun tentang menjaga integritas penegak hukum serta harkat martabat warga Kotabumi Lampung Utara. Jangan main-main,” ujarnya.
Tuntutan Aktivis Nasional
Aspan bersama sejumlah elemen masyarakat menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Mendesak Kejagung RI mengusut tuntas penyimpangan penggunaan anggaran DPRD Lampung Utara tahun 2022 senilai Rp2,8 miliar.
2. Mendesak Kejagung RI memeriksa Kejari Lampung Utara, karena diduga terjadi kongkalikong antara Romli, Wansori, dan Alamysah.
3. Mendesak Kejagung RI menyelidiki seluruh kasus di Kabupaten Lampung Utara tanpa pandang bulu.
Aspan memastikan aksi tidak akan berhenti.
“Kami melakukan demonstrasi besar-besaran di depan Kejagung RI sampai suara dan aspirasi kami didengar dan dijalankan. Kami tidak akan membiarkan hukum dipermainkan dan diperkosa secara terang-terangan,” tegasnya.
Ia menegaskan, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya tanpa melihat jabatan siapa pun.
“Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap pejabat di republik ini sekalipun,” tutup Aspan.
(Yosef)
