Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Proyek Rp 669 Juta SDN 2 Gemaharjo Diduga Langgar Swakelola dan Aturan Keselamatan Kerja

22 Oktober 2025 | 22:43 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-22T15:43:06Z

Proyek revitalisasi SDN 2 Gemaharjo, Watulimo, Trenggalek senilai Rp 669 juta diduga langgar aturan swakelola dan keselamatan kerja. Papan proyek tidak terpasang sejak awal, pekerja tanpa APD, dan belum terdaftar BPJS.

Solidaritas.Online - Papan proyek revitalisasi SDN 2 Gemaharjo baru diperlihatkan setelah didesak wartawan di lokasi sekolah, Watulimo, Trenggalek. 

Proyek revitalisasi bangunan di SDN 2 Gemaharjo, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, menjadi perhatian publik. Kegiatan yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 ini tercatat memiliki nilai Rp 669.890.007,00, dan dilaksanakan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) secara swakelola.

Namun, dari hasil penelusuran tim media di lapangan, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Salah satunya terkait papan informasi proyek, yang seharusnya terpasang sejak awal pekerjaan sebagai bentuk keterbukaan informasi publik.

Saat dikonfirmasi di lokasi sekolah, Kepala SDN 2 Gemaharjo, Ibu Parmi, sempat menyebut bahwa papan proyek belum dipasang. 

Setelah beberapa kali wartawan menanyakan keberadaannya, barulah pihak sekolah menunjukkan bahwa papan informasi ternyata sudah ada dan disimpan di ruang kantor sekolah.

Tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan ketentuan transparansi pelaksanaan kegiatan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 yang mewajibkan setiap kegiatan fisik memasang papan proyek di lokasi kerja sejak pekerjaan dimulai.

Pelaksanaan Swakelola dan Ketidakhadiran APD di Lokasi

Lebih lanjut, Kepala Sekolah Parmi menjelaskan bahwa proyek revitalisasi ini dilaksanakan secara swakelola. Namun, di lokasi proyek, tidak terlihat adanya pekerja maupun perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja.

Menurut penjelasan pihak sekolah, para pekerja sedang menghadiri acara hajatan, dan APD disebut sudah disediakan, meski saat peninjauan tidak tampak di sekitar area pekerjaan.

Selain itu, Kepala Sekolah juga mengakui bahwa para pekerja belum didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, kewajiban tersebut diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Potensi Pelanggaran Aturan Swakelola

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pekerjaan konstruksi dengan nilai besar tidak dapat dilaksanakan secara swakelola, melainkan harus melalui penyedia jasa atau pihak ketiga yang ditentukan lewat tender atau pemilihan langsung.

Dengan nilai proyek mencapai Rp 669 juta lebih, pelaksanaan secara swakelola oleh sekolah berpotensi tidak sesuai dengan ketentuan tersebut.

Papan proyek tidak dipasang di lokasi sejak awal pekerjaan, melanggar asas transparansi publik.
Pelaksanaan proyek bernilai besar dilakukan secara swakelola, berpotensi bertentangan dengan Perpres No. 12 Tahun 2021.
Pekerja belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, melanggar UU No. 24 Tahun 2011.
Tidak terlihatnya APD di lokasi proyek, bertentangan dengan Permenaker No. 5 Tahun 2021 tentang K3.

Pihak sekolah menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan masih berjalan dan semua kebutuhan akan dipenuhi sesuai prosedur. 

Namun, berdasarkan fakta di lapangan, terdapat sejumlah hal yang perlu mendapat pengawasan lebih lanjut dari instansi terkait, agar pelaksanaan proyek benar-benar sesuai aturan, transparan, serta memperhatikan keselamatan para pekerja.

Langkah evaluasi dari Dinas Pendidikan maupun Inspektorat sangat diharapkan, demi memastikan bahwa penggunaan dana negara untuk revitalisasi satuan pendidikan berjalan profesional, akuntabel, dan sesuai regulasi yang berlaku.

(FRN) 
×
Berita Terbaru Update