![]() |
Tren S-Line viral di media sosial picu pro dan kontra. Simbol garis merah di atas kepala jadi sorotan publik karena dinilai melanggar norma dan budaya ketimuran. Simak penjelasan lengkapnya di sini. |
Solidaritas.Online - Jagat media sosial kembali diguncang dengan kemunculan tren terbaru bernama S-Line, yang sontak memicu perdebatan hangat di kalangan warganet.
Tren ini viral setelah banyak pengguna mulai membagikan potret diri disertai garis merah di atas kepala, yang dipercaya sebagai simbol jumlah pengalaman seksual seseorang.
Asal usul tren ini berasal dari sebuah drama Korea adaptasi Webtoon berjudul S-Line, yang mengisahkan seorang siswi SMA dengan kemampuan melihat garis merah yang menghubungkan orang-orang yang pernah memiliki hubungan intim.
Alur fiktif ini ternyata menginspirasi pengguna media sosial untuk membuat konten serupa, memadukan efek visual garis merah dengan narasi atau pengakuan terselubung.
Namun, di balik nuansa hiburan dan gaya humor gelap yang coba diusung, tren S-Line memunculkan keresahan.
Banyak pihak menilai konten tersebut berpotensi mengikis nilai-nilai kesopanan, memicu normalisasi perilaku menyimpang, serta mendorong eksposur kehidupan pribadi secara berlebihan di ruang publik digital.
Perdebatan seputar tren ini menjadi cerminan arah konten media sosial yang semakin bergeser dari nilai moral dan budaya ketimuran.
Tidak sedikit pula netizen yang mempertanyakan batasan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial di era digital yang serba terbuka.
Fenomena S-Line bukan sekadar tren viral, tetapi juga alarm bagi masyarakat untuk lebih kritis terhadap bentuk hiburan yang tengah marak.
Di tengah derasnya arus konten, peran edukasi digital dan literasi moral menjadi sangat penting agar generasi muda tidak hanya cerdas bermedia, tetapi juga bijak dalam menyikapi tren yang berkembang.