![]() |
RUU PPRT jadi harapan jutaan pekerja rumah tangga Indonesia. Partai Buruh desak DPR sahkan demi keadilan dan perlindungan hukum yang setara. |
Solidaritas.Online - Bayangkan bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, tanpa libur, tanpa jaminan kesehatan, dan dengan upah yang jauh di bawah layak. Itulah kenyataan yang dihadapi jutaan pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia.
Data ILO dan Universitas Indonesia (2015) mencatat ada 4,2 juta PRT di Indonesia, dengan 84% di antaranya perempuan dan 14% anak-anak yang rentan terhadap eksploitasi dan human trafficking. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, namun sering diperlakukan seperti “bukan pekerja” di negeri sendiri.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah harapan untuk mengubah nasib mereka.
Pada 17 Juli 2025, Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli, dalam RDPU bersama Badan Legislasi DPR RI, menegaskan urgensi pengesahan RUU ini dalam waktu tiga bulan kerja, sesuai amanat Presiden Prabowo Subianto. “Ini bukan soal sempurna, ini soal keadilan yang sudah terlalu lama tertunda,” ujarnya dengan tegas.
RUU PPRT menawarkan solusi nyata. Pertama, pengakuan PRT sebagai pekerja formal dengan hak atas upah minimum, jam kerja maksimal 8 jam, dan hari libur mingguan.
Kedua, jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan untuk perlindungan kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian.
Ketiga, mekanisme mediasi sengketa di tingkat RT/RW hingga dinas ketenagakerjaan untuk menyelesaikan konflik secara adil.
Partai Buruh juga mendorong hak berserikat agar PRT memiliki suara dalam memperjuangkan hak mereka.
Namun, perjalanan RUU ini penuh liku. Sejak 2004, RUU PPRT telah masuk Prolegnas berulang kali, namun selalu terhambat oleh alasan sosiokultural atau kurangnya _political will_. Komnas Perempuan memperingatkan bahwa penundaan ini melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas perlindungan hukum yang adil.
Kita tidak bisa diam! Pengesahan RUU PPRT adalah langkah menuju Indonesia Emas 2045 yang bermartabat. DPR harus memanfaatkan mekanisme _carry-over_ untuk mempercepat pembahasan. Masyarakat sipil, serikat pekerja, dan pemerintah daerah harus bersinergi untuk mengawasi implementasi RUU ini. Sosialisasi massal juga diperlukan agar PRT dan pemberi kerja memahami hak dan kewajiban masing-masing.
Wahyu Hidayat, pengurus Exco Partai Buruh Purwakarta dan pendiri Spirit Binokasih menyatakan bahwa Partai Buruh akan terus mengawal proses legislasi RUU ini agar bisa segera disahkan dan tentunya menjadi tonggak penting dalam sejarah perlindungan terhadap kelompok pekerja yang selama ini kerap terabaikan.
"Semoga dilancarkan, dimudahkan dan RUU PPRT ini segera diundangkan sehingga semua pihak memiliki semangat yang sama: Unggul, Bermartabat dan Sejahtera menuju Indonesia Emas 2045!" ujar Wahyu.
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat pernah berkata, “Bangsa ini tidak lagi menjunjung martabat manusia jika RUU PPRT terus ditunda”. Mari kita buktikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang memanusiakan manusia. Desak DPR, dukung PRT, dan mari segera wujudkan keadilan dan kesejahteraan.
(Why)