Solidaritas.Online - Peningkatan pesat layanan pinjaman online (pinjol) di Indonesia sejak dua tahun terakhir menyebabkan banyak masyarakat terjebak dalam lilitan utang sulit lunas.
Fenomena ini terjadi secara masif di berbagai kota besar dan daerah, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan dampak sosial-ekonomi yang meluas.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pinjol yang signifikan sejak 2022 hingga 2024, terutama di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat.
Banyak pengguna mengeluhkan bunga tinggi dan metode penagihan agresif yang membuat kondisi finansial mereka semakin terpuruk.
Menurut Kepala Satgas Waspada Investasi OJK, Anto Prabowo, “Pertumbuhan pinjol tanpa regulasi ketat memperbesar risiko konsumen terjerat utang berbunga tinggi dan sulit keluar dari lingkaran hutang.”
Pernyataan ini didukung oleh pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Siti Nurhayati, yang menambahkan, “Kelemahan pengawasan dan edukasi keuangan membuat masyarakat rentan memilih pinjol sebagai solusi cepat tanpa memahami konsekuensi jangka panjang.”
Statistik OJK menunjukkan jumlah penyelenggara pinjol berizin meningkat 45% dalam dua tahun terakhir, mencapai 150 platform resmi pada 2024.
Namun, jumlah pinjol ilegal juga diperkirakan bertambah hingga 30%, menurut data Satgas Waspada Investasi. Survei Bank Indonesia 2023 mencatat 28% responden pernah menggunakan pinjol dengan rata-rata bunga mencapai 18% per bulan, jauh di atas standar kredit bank konvensional.
Dari sisi pengguna, laporan Asosiasi Konsumen Indonesia (AKI) menyebutkan 60% peminjam mengalami kesulitan membayar tepat waktu akibat bunga yang terus menumpuk.
Analis keuangan independen, Rudi Hartono, menjelaskan, “Bunga tinggi dan denda keterlambatan menyebabkan beban utang membengkak sehingga peminjam sulit keluar dari perangkap utang. Ini berdampak negatif pada kesejahteraan sosial dan produktivitas ekonomi masyarakat.”
Fenomena ini tidak lepas dari perkembangan teknologi digital dan kebutuhan dana cepat selama pandemi Covid-19 yang mendorong masyarakat mencari alternatif kredit mudah.
Regulasi OJK tentang fintech lending sudah diperketat sejak 2022, termasuk penetapan batas bunga maksimal 0,8% per hari dan kewajiban verifikasi identitas ketat. Namun, pelaksanaan di lapangan masih menemui kendala akibat maraknya pinjol ilegal dan kurangnya literasi keuangan masyarakat.
Sejak awal 2023, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir lebih dari 1.200 aplikasi pinjol ilegal yang beroperasi tanpa izin resmi.
Selain itu, program edukasi keuangan intensif digencarkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilih produk keuangan yang aman.
Dalam jangka pendek, peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap pinjol ilegal diharapkan dapat menekan jumlah korban terlilit utang.
Sedangkan jangka menengah, kolaborasi antara regulator, penyelenggara fintech resmi, dan edukator keuangan perlu diperkuat untuk menciptakan ekosistem pinjaman digital yang sehat dan berkelanjutan.
Harapan besar tertuju pada pemerintah dan OJK untuk terus mengawasi perkembangan industri pinjol agar tidak merugikan masyarakat luas serta mendorong inklusi keuangan dengan cara yang bertanggung jawab.
Masyarakat pun diimbau lebih waspada dan cermat sebelum menggunakan layanan pinjaman online agar tidak terperangkap dalam lilitan utang yang merugikan.