![]() |
Foto; ANTARA |
Solidaritas.Online - Raja Ampat, mutiara terakhir dunia, kini terancam musnah oleh cengkeraman korporasi tambang nikel yang didukung elit penguasa.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, usai kunjungan ke Pulau Gag pada 7 Juni 2025, dengan arogan mengklaim “tak ada pencemaran” dari tambang PT GAG Nikel, anak usaha BUMN PT Antam Tbk.
Pernyataan ini menghina nurani rakyat Papua dan dunia, yang tahu Raja Ampat adalah jantung biodiversitas global: 75% spesies karang dunia, 2.500 spesies ikan, dan Geopark UNESCO yang tak ternilai.
Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, melontarkan kemarahan rakyat: “Raja Ampat bukan tanah kosong untuk dijarah! Ini surga bumi, ibu bagi masyarakat adat yang hidup dari laut dan hutan!” Pandangan ini selaras dengan Kang Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jawa Barat, yang memandang tanah sebagai ibu, sumber kehidupan yang harus dijaga dengan penuh hormat, bukan dieksploitasi.
Dalam banyak kesempatan, KDM menegaskan bahwa tanah adalah warisan leluhur yang tak boleh dirusak demi keuntungan sesaat. Ia mencontohkan Selandia Baru, negara yang tegas melarang penambangan di kawasan sensitif ekologis, seperti larangan eksplorasi minyak dan gas di laut Taranaki pada 2018 dan perlindungan biodiversitas pada 2021. “Selandia Baru menunjukkan bahwa menjaga alam adalah kunci masa depan. Mengapa Indonesia malah mengorbankan Raja Ampat?” tanya Wahyu, menggemakan semangat KDM.
Fakta di lapangan membongkar kebohongan Bahlil. Greenpeace Indonesia melaporkan, tambang nikel di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran telah menghabisi 500 hektare hutan, memicu sedimentasi yang mencekik terumbu karang, melanggar UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023 yang melarang tambang di pulau kecil.
Kementerian LH menemukan pelanggaran serius oleh PT GAG Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymon Perkasa, termasuk penambangan tanpa izin lingkungan dan limbah yang mencemari laut. Citra satelit Kompas.id mengungkap kerusakan massal sejak izin PT GAG Nikel terbit pada 2017, mengancam ekowisata dan nelayan lokal.
Bahlil ngotot tambang berjarak 30-40 km dari kawasan wisata dan memenuhi Amdal, tapi data Kementerian LH membuktikan sebaliknya: deforestasi, kekeruhan laut, dan pelanggaran aturan kehutanan.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq berjanji menindak, tapi publik skeptis di tengah tekanan korporasi. “Raja Ampat adalah napas dunia, bukan tambang oligarki! Hentikan sekarang, atau surga ini musnah selamanya!” ujar Wahyu, mengajak publik menggugat melalui #SaveRajaAmpat.
(Why)