Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jika Upah Tidak Naik dan Pengangguran Tidak Dipekerjakan, Untuk Apa Negara Ada?

21 November 2025 | 13:33 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-21T06:34:14Z

 

Aksi Buruh (Foto: Instagram KASBI)

Opini: Trisna Mukti Arisandy (Jurnalis Muda)


Solidaritas.online - Akhir 2025 seharusnya menjadi momentum memperbaiki kesejahteraan buruh, tetapi yang terjadi justru negara memilih diam ketika jutaan pekerja hidup dari upah yang bahkan tidak cukup untuk sekadar bertahan.


Sulit dipercaya pemerintah masih berani bicara pencapaian ekonomi ketika buruh harus meminjam uang setiap bulan karena gaji mereka tidak lagi mampu mengejar kenaikan harga kebutuhan pokok.


Inflasi terus naik, biaya hidup melonjak, tetapi upah buruh dibiarkan membeku seolah-olah para pengambil kebijakan tidak pernah turun ke pasar melihat harga beras, minyak, dan transportasi.


Kebijakan upah yang dikendalikan oleh logika “murah agar investor betah” adalah bentuk nyata bahwa negara menukar kesejahteraan rakyat dengan kenyamanan modal asing.


Buruh bekerja keras, tapi penghargaan yang mereka terima adalah upah minimum yang tidak manusiawi, ditambah ancaman PHK dan kontrak pendek yang terus menghantui.


Di sisi lain, pengangguran bertambah setiap tahun dan tidak ada satu pun kebijakan besar yang benar-benar menciptakan pekerjaan skala masif untuk menyerap tenaga kerja baru.


Generasi muda lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi dibiarkan menganggur sambil disuruh “mengembangkan skill,” padahal masalah utamanya bukan skill—tetapi absennya lapangan kerja.


Ketergantungan pada outsourcing adalah pengkhianatan terhadap masa depan anak muda, karena mereka dipaksa menerima pekerjaan tanpa jaminan, tanpa jenjang, tanpa harga diri.


Jika ini terus dibiarkan, maka 2026 akan menjadi tahun di mana frustrasi sosial meledak karena rakyat sudah terlalu lama menahan tekanan ekonomi tanpa dukungan nyata dari negara.


Kenaikan upah bukan tuntutan berlebihan; itu satu-satunya cara agar buruh bisa bernapas dan perekonomian tetap hidup melalui konsumsi rumah tangga.


Mengatasi pengangguran juga bukan ilmu roket; negara hanya perlu berhenti mempromosikan proyek mercusuar dan mulai membangun industri padat karya yang menyerap tenaga kerja lokal.


Pelatihan kerja harus memiliki hasil nyata, bukan sekadar kelas online yang melahirkan sertifikat tanpa pekerjaan.


Transparansi dalam penetapan upah dan kebijakan ketenagakerjaan diperlukan karena buruh sudah muak menjadi korban kompromi antara pemerintah dan pengusaha besar.


Buruh tidak bisa terus menunggu belas kasihan, dan pengangguran tidak boleh terus ditinggalkan, karena mereka adalah tulang punggung bangsa, bukan angka statistik di layar presentasi menteri.


Jika pemerintah tidak segera menaikkan upah dan menciptakan kerja nyata, maka tidak ada gunanya berharap 2026 membawa perubahan yang akan datang hanyalah ketidakadilan yang semakin brutal.***


×
Berita Terbaru Update