Solidaritas.Online - Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat dan membuat resah masyarakat Kota Makassar. Perang kelompok yang terjadi beberapa waktu lalu di Jalan Metro Tanjung Bunga, depan MTC, menjadi bukti nyata bahwa konflik lahan di kawasan strategis tersebut kian memanas. Bentrokan antara massa PT GMTDC, Tbk dan NV Hadji Kalla sempat viral di berbagai platform media sosial.
Ironisnya, lahan yang diperebutkan disebut bukan milik kedua pihak tersebut, melainkan milik Nurhayana Pammusurang. (27/10/2025)
Menurut keterangan narasumber terpercaya, perlu diketahui bahwa PT GMTDC, Tbk (Haji Najamiah Muin) merupakan kuasa dari Andi Muda Serang yang pernah berperkara melawan Kepala Kantor BPN Kabupaten Gowa pada tahun 1995 dan sempat memenangkan perkara tersebut melalui putusan Nomor 69/G.TUN/1996/P.TUN Ujung Pandang.
Namun, perkara tersebut terus bergulir hingga akhirnya Kepala Kantor BPN Kabupaten Gowa mengajukan peninjauan kembali (PK) dan berhasil memenangkan perkara tersebut melalui Putusan PK Nomor 26 PK/TUN/2008.
Dengan demikian, SHM Nomor M25 milik Haji Abdul Hamid Daeng Lau yang sempat dicabut oleh Kepala Kantor BPN Provinsi Sulawesi Selatan H. Bagindo Syarifudin, SH pada 15 Mei 1997 (Nomor 630.1/208/53/97), hidup kembali.
Artinya, SHM Nomor 3307/97 GS. 3730 tidak sah secara hukum, terlebih setelah adanya penjelasan Camat Tamalate tertanggal 11 Agustus 2001 Nomor 168/590/KT/VIII/01 yang menyatakan bahwa nomor rinci pada SHM 3307/97 (Versil 50 D, IV Kohir 11 C1) tidak terdaftar atau tidak tercatat dalam buku registrasi Kantor Kecamatan Tamalate.
Masih menurut narasumber tersebut, SHGB Nomor 695/96, 696/96, 697/96, dan 698/96 milik NV Hadji Kalla sebenarnya memiliki luas hanya 13,4 hektar dan tidak berada pada area empang yang saat ini ditimbun.
“Itu tindakan yang sangat keliru, karena lokasi tanah tersebut adalah milik Haji Abdul Hamid Daeng Lau yang telah dibeli oleh Nurhayana Pammusurang,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan, Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor 158/PTS/PDT.G/1995/PN Ujung Pandang telah menetapkan batas-batas tanah sebagaimana ditunjukkan oleh kuasa hukum NV Hadji Kalla saat pemeriksaan di lokasi, yaitu:
Sebelah utara: Pak Said
Sebelah timur: Nurhayana
Sebelah selatan: Haji Abdul Hamid Lau
Sebelah barat: Aria Basir
Putusan tersebut kemudian dipertegas dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 218 PK/PDT/2005, yang dalam pertimbangan hakim menolak gugatan dan menyatakan tidak sah penguasaan atas tanah tersebut oleh pihak lain.
Tanah Milik Sah Haji Abdul Hamid Daeng Lau dan Nurhayana Pammusurang
Berdasarkan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap, PT GMTDC, Tbk tidak memiliki hak atas tanah seluas ±16 hektar milik Haji Abdul Hamid Daeng Lau. Dengan demikian, tindakan penguasaan maupun pengrusakan lahan dalam bentuk penimbunan empang yang kini dilakukan disebut tidak sah secara hukum.
“Secara nyata dan sah menurut hukum, PT GMTDC, Tbk tidak memiliki tanah di atas lokasi tanah milik Haji Abdul Hamid Daeng Lau. Selaku penggugat intervensi, mereka secara hukum tidak sah melakukan penguasaan dan pengrusakan atas empang milik Nurhayana Pammusurang, yang dibeli dari ahli waris Haji Abdul Hamid Daeng Lau seluas kurang lebih 17 hektar,” tegas narasumber.
Ia pun berharap aparat penegak hukum segera bertindak tegas untuk menghentikan pertikaian di lokasi tersebut karena telah mengganggu ketenangan dan ketertiban masyarakat.
“Kami berharap aparat penegak hukum bertindak tegas serta menghentikan pertikaian di lokasi tersebut karena mengganggu ketenangan dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Dan perlu ditegaskan bahwa Haji Abdul Hamid Daeng Lau tidak pernah menjual tanahnya kepada PT GMTDC, Tbk maupun NV Hadji Kalla,” tutup narasumber.
(Yosef)
