![]() | |
Agustina, Wali Kota Semarang saat panen perdana singkong dan ubi, Jumat (27/6)./foto: Pemkot Semarang |
Solidaritas.Online - Sebuah gebrakan hijau dilakukan Wali Kota Semarang, Agustina, bersama Kelompok Tani Maju Mapan.
Mereka menyulap lahan kosong di tengah kota menjadi ladang subur berisi tanaman singkong dan ubi, sebagai bagian dari upaya serius mewujudkan ketahanan pangan di Ibu Kota Jawa Tengah.
Agustina memilih tanaman lokal seperti singkong dan ubi bukan tanpa alasan. Selain mudah ditanam dan dirawat, keduanya juga diyakini cocok menjadi alternatif pengganti nasi.
“Kami memilih ubi dan singkong sebagai pendamping beras, karena masa tanamnya yang pendek sekitar 3 sampai 6 bulan saja,” ujar Agustina beberapa waktu lalu.
Tak perlu hektaran lahan, cukup sebidang tanah sekitar 1.000 meter persegi pun bisa disulap menjadi ladang pangan mandiri. Inisiatif ini membuktikan bahwa keterbatasan lahan bukan hambatan untuk berkebun di kota.
“Ini ada lahan tidak terpakai sekitar 1000 meter, akan kami tanami singkong dan ubi, pengelolaannya mudah dan murah, juga bisa menggunakan lahan terbatas,” lanjutnya.
Program ini telah dimulai sejak 21 Januari lalu, dan pada Jumat (27/6), panen perdana pun dilakukan. Meski hasilnya belum maksimal, semangat tidak luntur—justru jadi bahan evaluasi untuk panen yang lebih baik di masa mendatang.
"Satu batang singkong ini bisa dapat 10 kilo. Tapi menurut analisa ahli pertanian tanahnya kurang subur. Kita akan tanam lagi, mungkin Agustus bisa panen lagi lebih baik," ujar Agustina.
Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang, Shoti'ah, juga menyambut baik gerakan ini sebagai bentuk nyata peran serta masyarakat dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Ubi jalar merupakan bahan makanan dengan kadar karbohidrat yang cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai makanan pengganti beras,” katanya.
Ia menambahkan, singkong dan ubi sangat cocok ditanam oleh petani pemula, khususnya di kawasan urban. Perawatannya mudah, tak banyak gangguan hama, dan cepat panen.
“Menanam ubi cenderung sangat mudah dan sederhana, tidak mudah terserang hama dan tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa panen,” tutupnya.
Langkah ini menjadi bukti bahwa kemandirian pangan bisa dimulai dari langkah kecil: sebidang lahan kosong, semangat kolaboratif, dan kemauan untuk menanam harapan.
(Eoy)