“Dari target 72 ribu bidang, sekarang sudah tersertifikasi mencapai 69 ribu tanah wakaf. Sisanya tinggal 2 ribuan bidang yang harus diselesaikan. Targetnya selesai tahun ini,” katanya, dalam Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf, di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, Kota Semarang, Rabu (4/6/2025).
Lebih lanjut, Lampri mengatakan, pihak kantor wilayah BPN di kabupaten/ kota di Jateng melakukan upaya percepatan sertifikasi, melalui pendataan langsung di desa dan kelurahan. Selanjutnya, dilakukan pengukuran bidang tanah, baik yang sudah berbentuk tanah wakaf maupun yang akan diwakafkan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah,Taj Yasin, mendorong upaya percepatan sertifikasi tanah wakaf di wilayahnya. Tujuannya, supaya tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Selain itu, untuk memberikan kenyamanan dan ketaatan terhadap hukum fikih bagi warga muslim. Apalagi, wakaf berkaitan dengan amal ibadah bagi seseorang yang mewakafkan tanahnya.
Taj Yasin menyampaikan, program sertifikasi tanah wakaf sudah diinisiasi pada tahun-tahun sebelumnya. Program itu bekerja sama dengan BPN. Fokusnya mengurus sertifikat tanah wakaf, baik yang telah difungsikan untuk musala, masjid, lembaga pendidikan, maupun yayasan.
“Artinya banyak tanah wakaf yang disertifikasi, sudah diberikan kepada masyarakat, dijalankan, dan sudah bisa dirasakan manfaatnya,” kata Gus Yasin, sapaannya.
Untuk tanah-tanah wakaf yang belum tersertifikasi, wagub mengajak pihak-pihak terkait agar segera menyosialisasikan pentingnya hal tersebut. Sosialisasi diarahkan kepada nadzir atau pengelola tanah wakaf, agar mengajukan sertifikasi ke BPN dengan proses-proses yang benar.
Khusus untuk peruntukan tanah wakaf seperti pendirian bangunan masjid dan lembaga pendidikan, dia mengajak pengelola untuk tertib administrasi perizinan. Baik izin mendirikan bangunan (IMB), dan lain-lain.
Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji, mengatakan, sertifikat tanah wakaf akan meminimalisasi potensi persengketaan di masa mendatang. Tanah wakaf yang telah mempunyai kepastian hukum administrasi negara, selanjutnya bisa dikelola menjadi wakaf produktif dari sisi ekonomi dan kebermanfaatan masyarakat.
“Wakaf itu nanti akan bermanfaat bagi masyarakat, karena ada potensi yang sangat besar. Dari tanah wakaf ini kalau pengelolaannya bisa produktif, punya potensi triliunan rupiah. Jadi selain zakat, ada namanya wakaf, sehingga pengelolaannya itu bisa menjadi kekayaan umat,” beber dia, yang juga Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jateng tersebut.
Darodji mengatakan, ada contoh nyata pengelolaan wakaf yang sudah kuat di Singapura. Meskipun penduduk muslimnya hanya sekitar 15 persen, tetapi wakaf yang dikelola dengan bagus itu, bisa menghasilkan uang sampai Rp37 miliar setiap tahunnya.
Diharapkan, pengelolaan wakaf produktif di Indonesia juga bisa serupa. Seperti, dimanfaatkan pada bidang kesehatan layanan rumah sakit, disewakan untuk bidang usaha, dan lainnya. Tujuannya, dimanfaatkan untuk kepentingan umat atau masyarakat.
(Humas Jateng)