![]() |
Foto; Ilustrasi/AI |
Solidaritas.Online - Kapitalis dan komunis merupakan dua sistem ideologi ekonomi-politik yang mendominasi perdebatan global sejak abad ke-19 hingga kini. Perbedaan mendasar antara keduanya memengaruhi kebijakan negara dan hubungan internasional, terutama dalam konteks perkembangan ekonomi dan sosial di berbagai negara.
Perdebatan antara kapitalis dan komunis kembali mencuat pada awal 2024, terutama setelah sejumlah negara mengumumkan kebijakan ekonomi baru yang menunjukkan kecenderungan ideologi tertentu.
Menurut laporan dari The Economist dan BBC News, perubahan tersebut berlokasi di beberapa pusat ekonomi utama seperti Amerika Serikat, China, dan beberapa negara Eropa Timur.
Pada 10 Januari 2024, ekonom senior Universitas Indonesia, Dr. Sari Wulandari, mengatakan, “Kapitalisme menekankan kebebasan pasar dan kepemilikan pribadi sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi.” Sementara itu, Prof. Budi Santoso dari Lembaga Kajian Sosial dan Politik menambahkan, “Komunisme berfokus pada pemerataan sumber daya dan penghapusan kelas sosial untuk menciptakan keadilan sosial yang lebih merata.” Pernyataan ini mempertegas bahwa kedua sistem tersebut memiliki tujuan akhir yang berbeda meskipun sama-sama ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Data terbaru dari World Bank menunjukkan bahwa pada tahun 2023, negara-negara dengan sistem ekonomi kapitalis mengalami pertumbuhan GDP rata-rata sebesar 2,8%, sementara negara-negara dengan pemerintahan berideologi komunis seperti China mencatat pertumbuhan GDP sekitar 5,2%.
Namun, laporan International Labour Organization (ILO) juga menyebutkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan di negara kapitalis cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang menganut model ekonomi komunis atau sosialisme. Hal ini menjadi bahan analisis penting bagi para ahli ekonomi global.
Sejarah panjang persaingan antara kapitalis dan komunis telah membentuk banyak kebijakan publik dalam dua tahun terakhir. Misalnya, kebijakan reformasi pasar tenaga kerja di Amerika Serikat dan penyesuaian strategi industrialisasi di China menunjukkan adaptasi kedua ideologi terhadap tantangan global seperti perubahan iklim dan kemajuan teknologi digital.
Faktor utama lain adalah tekanan geopolitik yang menyebabkan beberapa negara mencari keseimbangan antara model kapitalis yang fleksibel dan prinsip pemerataan ala komunisme.
Dalam jangka pendek, dinamika antara kapitalis dan komunis diperkirakan akan terus memengaruhi kebijakan ekonomi dunia terutama dalam menghadapi krisis energi dan ketahanan pangan.
Pakar hubungan internasional Dr. Andi Prasetyo menyatakan, “Negara-negara harus mampu mengadopsi elemen-elemen terbaik dari kedua sistem untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan sosial.” Harapan ke depan adalah terciptanya dialog konstruktif antarnegara dengan latar belakang ideologi berbeda agar pembangunan global dapat berjalan seimbang.
Perdebatan antara kapitalis dan komunis tetap relevan sebagai refleksi perbedaan visi pembangunan ekonomi dunia. Pemahaman mendalam terhadap kedua ideologi ini penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi nasional maupun internasional yang efektif dan berkeadilan.