![]() |
Saham BBCA turun ke bawah Rp8.000 per saham pada awal September 2025. Sentimen BLBI dan bailout masih jadi bayangan besar, meski fundamental bank tetap solid. |
Solidaritas.Online - Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau melemah tajam pada perdagangan Senin (1/9). Di awal sesi, harga saham bank swasta terbesar di Indonesia itu turun 1,55 persen ke level Rp7.950, bahkan sempat bergerak di kisaran Rp7.600–Rp7.975 per saham.
Tekanan jual yang cukup besar membuat kapitalisasi pasar BBCA ikut tergerus hingga Rp973,6 triliun. Volume transaksi tercatat tinggi, sejalan dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi sekitar 3 persen.
Data bursa juga menunjukkan investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) terbesar pada saham BBCA, mencapai Rp1,12 triliun sepanjang akhir Agustus. Kondisi ini menandakan kepercayaan jangka pendek terhadap sektor perbankan besar tengah menurun.
Penurunan Saham BBCA Sudah Diprediksi
Pengamat pasar modal Fauzan Luthsa menilai penurunan BBCA ke bawah Rp8.000 bukanlah kejutan. Ia menyebut skenario ini sudah ia perkirakan sejak lama.
“Beberapa waktu lalu saya sudah memperkirakan saham BBCA bisa bergerak ke level Rp8.000. Prediksi ini bukan semata soal angka, melainkan membaca konteks politik‐ekonomi yang membayangi sentimen investor. Fundamental bank masih solid—laba stabil, likuiditas kuat, NPL rendah—namun ketika isu BLBI dan obligasi rekap muncul, investor asing paling cepat merespons lewat tekanan jual besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa isu BLBI dan obligasi rekap berpotensi membuat tekanan harga semakin dalam.
“Sampai isu BLBI dan obligasi rekap selesai dengan audit terbuka atau kepastian politik, tekanan harga sangat mungkin berlanjut. Fundamental saja tidak cukup untuk menahan guncangan—pasar bereaksi terhadap persepsi dan tidak akan menunggu laporan keuangan pulih,” tegasnya.
Net Sell Asing Bukan Satu-Satunya Faktor
Meski arus keluar dana asing cukup besar, analis menilai pelemahan BBCA tidak bisa semata-mata disebabkan faktor net sell.
“Kalau hanya faktor net sell asing, harga biasanya cepat pulih karena investor domestik cukup kuat menahan pasar. Tapi kali ini berbeda, karena ada isu besar yang menyentuh memori publik soal bailout. Itu yang membuat tekanan psikologis berlipat,” jelas Fauzan.
Ia menekankan, pasar domestik saat ini lebih sensitif terhadap narasi politik-ekonomi yang belum tuntas.
“Selama pemerintah belum berani bicara transparan soal obligasi rekap dan BLBI, pasar akan terus menebak-nebak. Jadi pelemahan saham BBCA tidak bisa hanya dijelaskan oleh aksi jual asing. Ini soal kepercayaan yang terganggu oleh sejarah panjang bailout,” pungkasnya.