![]() |
Firman Aji Setiawan klarifikasi isu rangkap jabatan di Desa Citalang. Ia tegaskan koperasi adalah badan mandiri dan LPM bukan pengawas pemerintahan. |
Solidaritas.Online - Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Citalang, Firman Aji Setiawan, memberikan klarifikasi tegas terkait isu yang menyebut dirinya merangkap jabatan sebagai pengurus Koperasi Merah Putih di tingkat desa.
Menurut Firman, sejumlah narasi yang berkembang di masyarakat perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kegaduhan publik.
LPM Bukan Lembaga Pengawas Pemerintahan Desa
Firman menyoroti kesalahan pemahaman publik terkait peran LPM, yang dianggap sebagai lembaga pengawas pemerintah desa. Ia menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Perlu diluruskan bahwa LPM bukan lembaga pengawas pemerintahan desa,” tegas Firman.
Ia merujuk pada Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, yang secara jelas menyebutkan bahwa LPM adalah mitra pemerintah desa dalam bidang perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Adapun fungsi pengawasan desa berada di tangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Koperasi Adalah Entitas Mandiri, Bukan Alat Pemerintah Desa
Firman juga membantah tudingan bahwa keterlibatannya dalam koperasi menjadi bentuk konflik kepentingan dengan struktur pemerintahan desa. Ia menegaskan, koperasi merupakan badan usaha yang berdiri secara independen.
“Koperasi adalah badan usaha mandiri yang punya aturan main sendiri. Tidak serta-merta koperasi menjadi bagian dari pelaksanaan kegiatan desa,” ujarnya.
Pernyataan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang mengatur bahwa koperasi adalah lembaga ekonomi milik anggota, bukan bagian dari birokrasi pemerintahan.
Pemilihan Pengurus Koperasi Dilakukan Sesuai AD/ART
Menanggapi opini yang mempertanyakan keterlibatan pelaku UMKM atau tokoh muda dalam struktur koperasi, Firman menjelaskan bahwa seluruh proses pemilihan pengurus dilakukan secara terbuka melalui mekanisme yang sah.
“Koperasi itu milik anggotanya. Pengurusnya dipilih melalui rapat anggota sesuai dengan AD/ART koperasi. Bukan ditunjuk oleh kepala desa atau lembaga manapun,” jelasnya.
Ia mendorong masyarakat yang ingin berkontribusi dalam koperasi untuk aktif mengikuti forum resmi dan bukan hanya menyampaikan kritik dari luar.
Isu Birokrasi Tertutup Harus Didasarkan pada Data
Firman turut membantah tudingan bahwa rangkap jabatan telah menciptakan birokrasi tertutup yang tidak partisipatif. Menurutnya, kritik semacam itu harus dibarengi dengan bukti konkret.
“Klaim seperti itu harus disertai bukti. Apakah tidak ada musyawarah? Apakah proses pemilihan tidak melibatkan warga? Itu perlu diklarifikasi dengan data, bukan asumsi,” tegasnya.
Ia menyatakan siap berdiskusi terbuka dan mengevaluasi bersama jika memang ditemukan proses yang perlu disempurnakan.
Ajak Masyarakat Jaga Diskusi Publik yang Sehat dan Konstruktif
Di akhir pernyataannya, Firman mengajak seluruh elemen masyarakat Desa Citalang untuk menjaga ruang diskursus publik tetap sehat dan konstruktif.
“Demokrasi desa harus tetap hidup. Kritik itu penting, tapi mari kita perkuat dengan pemahaman terhadap aturan yang berlaku. Jangan sampai karena keliru informasi, kita justru melemahkan semangat kebersamaan membangun Citalang,” tutupnya.
Penegasan: Fungsi dan Dasar Hukum LPM dan Koperasi Berbeda
Sebagai catatan penting, LPM dan koperasi memiliki dasar hukum serta mandat kelembagaan yang berbeda.
LPM dibentuk berdasarkan Permendagri sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sedangkan koperasi tunduk pada UU Perkoperasian sebagai badan usaha milik anggota.
Oleh karena itu, keterlibatan tokoh LPM dalam koperasi bukan bentuk penyimpangan, selama dilakukan secara sah, transparan, dan sesuai batas peran.
Justru, sinergi antara keduanya dapat memperkuat pemberdayaan masyarakat desa secara nyata.***