![]() | |||
Visual Gunungapi Lewotobi laki-laki pada Sabtu 2 Agustus 2025, pukul 07:28 WITA, dari depan pos PGA Lewotobi laki-laki. | Foto: PVMBG, Badan Geologi, KESDM |
Solidaritas.Online - Pascaerupsi besar Gunung Lewotobi Laki-laki pada Jumat malam (1/8), aktivitas vulkanik gunung yang terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, masih tergolong sangat tinggi.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan, hingga Sabtu (2/8), status AWAS (Level IV) masih diberlakukan sejak 17 Juni 2025.
Merespons letusan pukul 20.48 WITA tersebut, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., langsung menggelar Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki pada Sabtu pagi (2/8) secara daring.
Suharyanto menegaskan pentingnya evakuasi total dari kawasan rawan bencana (KRB). Ia meminta Pemkab Flores Timur untuk memastikan seluruh warga keluar dari zona bahaya.
“Tolong Bupati Flores Timur ingatkan lagi kepada warga bahwa gunung ini sudah meletus terus, sudah tidak aman sehingga semua warga harus keluar dari wilayah KRB, jangan lagi ada masyarakat yang kembali ke kampung asalnya,” tegas Suharyanto.
Ia juga mendorong percepatan pembangunan hunian sementara (huntara) tahap III. Dari total 100 unit kopel huntara, saat ini sudah 68 unit yang selesai dibangun.
Targetnya, seluruh pengungsi bisa menempati huntara tersebut pada pertengahan Agustus 2025, menggantikan tenda-tenda darurat yang kini masih ditempati.
Aktivitas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Semakin Intens
Sejak awal 2024 hingga Agustus 2025, Gunung Lewotobi Laki-laki (1.584 mdpl) tercatat enam kali dinaikkan ke status tertinggi AWAS.
Gunung ini dikenal dengan karakter erupsi eksplosif, disertai lontaran material pijar, abu vulkanik, bahkan potensi kubah lava dan awan panas guguran.
Letusan pada Jumat (1/8) malam menjadi salah satu yang paling besar, dengan kolom abu mencapai 18.000 meter di atas puncak.
Ini hampir setara dengan letusan pada 7 Juli 2025, namun kali ini durasinya lebih lama: 14 menit 5 detik.
Kepala PVMBG Hadi Wijaya mengingatkan bahwa potensi erupsi susulan masih tinggi. Ia menjelaskan, aktivitas kegempaan vulkanik mengindikasikan pergerakan magma ke permukaan semakin cepat.
“Kejadian erupsi terjadi lebih cepat dari tanda-tanda kegempaan. Biasanya 4 jam setelahnya, tapi erupsi Jumat malam hanya berselang dua jam dari gejala awal,” jelas Hadi.
Risiko Bahaya: Sebaran Abu Vulkanik dan Lahar Dingin
Erupsi besar ini membawa risiko signifikan, terutama dari sebaran abu vulkanik hingga ketinggian 45.000 kaki.
Berdasarkan citra satelit Himawari pada 2 Agustus 2025 pukul 09.00 WIB, abu menyebar ke arah Barat Daya hingga Tenggara, meliputi wilayah:
Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Lembata, Kupang, Sumba, Laut Flores, Selat Ombai, hingga Laut Sawu.
Di tengah kondisi cuaca kering yang kini melanda NTT, abu vulkanik ini makin berbahaya bagi kesehatan dan penerbangan.
BMKG memperingatkan bahwa pertumbuhan awan hujan berkurang, meningkatkan risiko kekeringan dan penyebaran debu.
BNPB mengimbau warga di wilayah terdampak untuk menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah guna menghindari gangguan pernapasan akibat abu vulkanik.
Gangguan Jalur Udara dan Operasi Modifikasi Cuaca
Dampak lain dari erupsi adalah gangguan penerbangan. Bandara Frans Seda di Maumere ditutup sementara hingga 3 Agustus 2025 pukul 06.00 WITA, akibat abu vulkanik yang menyelimuti kawasan bandara.
Sebaran abu juga berisiko mengganggu rute penerbangan dari dan menuju wilayah NTT hingga Bali.
Untuk mengurangi dampak sebaran abu, akan dilakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) bekerja sama dengan BMKG.
Imbauan Resmi Pemerintah: Jauhi Radius 6–7 KM
BNPB kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak beraktivitas dalam radius 6 kilometer, serta sektor Barat Daya hingga Timur Laut sejauh 7 kilometer dari puncak Gunung Lewotobi Laki-laki.
Masyarakat diminta tetap tenang, mengikuti arahan pemerintah daerah, serta tidak menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya.
Sebagai catatan, aktivitas tektonik di sekitar gunung terpantau stabil, dan tidak ada risiko tsunami karena tidak ada material erupsi yang jatuh ke laut maupun aktivitas vulkanik bawah laut.***