Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Semarang Hidupkan Kembali Program Srikandi Pangan, Bentuk Perlawanan Terhadap Beras Oplosan

22 Juli 2025 | 18:22 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-22T11:22:51Z
Pemerintah Kota Semarang optimalkan program Srikandi Pangan untuk cegah peredaran beras oplosan. Program ini libatkan PKK, remaja, hingga karang taruna guna wujudkan ketahanan pangan keluarga lewat urban farming dan pengelolaan sampah organik.(foto: Ilustrasi) 

Solidaritas.Online - Pemerintah Kota Semarang mengambil langkah tegas untuk menekan peredaran beras oplosan dengan menghidupkan kembali program Srikandi Pangan. Program ini merupakan kolaborasi lintas sektor yang digerakkan oleh peran aktif ibu-ibu PKK, remaja, karang taruna, hingga para bapak di tingkat RT dan RW.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Kota Semarang, Endang Sarwiningsih, menjelaskan bahwa program ini sebenarnya sudah pernah dijalankan, namun belum optimal. Saat ini, Pemkot bertekad memperkuat kembali peran Srikandi Pangan dalam menjaga keamanan pangan keluarga dan lingkungan.

“Srikandi Pangan itu kita kolaborasi memang dengan PKK, tapi tidak hanya PKK. Kita juga melibatkan Dinas Pendidikan, para remaja, karang taruna, bahkan bapak-bapak juga,” kata Endang, Senin (21/7/2025).

Endang mengakui, kolaborasi ini sebenarnya telah berlangsung sejak lama, hanya saja pelaksanaannya belum maksimal.

"Kalau dari dulu ada, ya mungkin kolaborasi ini sudah ada. Cuma kemarin mungkin masih belum optimal. Nah, ini kita optimalkan, kita satukan, kita gerakkan," tuturnya.

Empat Pilar Ketahanan Pangan Jadi Pondasi Program

Program Srikandi Pangan didesain berdasarkan empat pilar ketahanan pangan: ketersediaan, distribusi, pemanfaatan, dan stabilisasi. Melalui program ini, masyarakat khususnya para perempuan diberdayakan untuk menjaga ketersediaan pangan mulai dari rumah tangga.

“Ketahanan pangan dimulai dari keluarga. Kalau setiap keluarga ini tahan pangan, maka RT akan tahan pangan, lalu RW, kelurahan, hingga kota,” terang Endang.

Berbagai metode seperti urban farming, pemanfaatan kebun B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman), serta pemanfaatan lahan sempit dengan polybag dan bagor menjadi fokus utama. Warga diajak menanam kebutuhan sehari-hari seperti cabai, bayam, kangkung, hingga tomat agar dapat menghemat pengeluaran dan mengurangi ketergantungan pasar.

Bahkan, hasil panen yang melimpah bisa dititipkan ke kios pangan lingkungan yang dibentuk oleh warga, lalu dijual kembali dengan harga ramah kantong.

Edukasi Anti-Boros Pangan dan Pengelolaan Sampah Organik

Selain menanam, program ini juga menargetkan pengelolaan sampah organik rumah tangga, yang jumlahnya mencapai 68% dari total sampah. Melalui pelatihan dan pendampingan, para Srikandi diarahkan untuk mengolah limbah menjadi kompos, pupuk maggot, hingga bahan pertanian lain yang bisa menunjang kebun rumah tangga.

“Jadi kalau kita tanam berarti kita metik sendiri, berarti kita tahu bahwa tidak ada pestisida yang menempel pada sayur-sayur ataupun bahan pangan yang akan kita konsumsi,” ujar Endang.

Tak hanya itu, edukasi anti-pemborosan juga digencarkan. Endang mencontohkan, sisa nasi dari hajatan atau acara keluarga bisa diolah kembali menjadi makanan lezat dan bernilai jual seperti bubur Manado, empek-empek, hingga bubur talam.

“Kemudian pilar keempat adalah stabilisasi. Nah, stabilkan ini dengan adanya pangan yang tersedia di keluarga ini,” tutupnya.
×
Berita Terbaru Update