![]() |
Foto: Facebook @Top elite stars |
Solidaritas.Online - Wacana pemekaran Jawa Barat menjadi lima provinsi baru Sunda Taruma, Sunda Pakuan, Sunda Periangan, Sunda Galuh, dan Sunda Caruban kembali menghangat.
Dipicu oleh Komisi I DPRD Jabar di bawah Rahmat Hidayat Djati, usulan ini awalnya diklaim sebagai aspirasi tokoh masyarakat. Namun, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan penolakannya.
“Pemekaran tidak mungkin dalam waktu dekat. Ada moratorium, dan anggaran harus dipakai untuk jalan, sekolah, irigasi, puskesmas, rumah sakit, dan layanan publik,” ujar Kang Dedi, sapaan akrabnya.
Data Bappeda Jabar 2025 menyebut efisiensi APBD sebesar Rp5 triliun akan dialokasikan untuk infrastruktur strategis, termasuk pembangunan 50 km jalan baru, 20 puskesmas, dan 10 rumah sakit tipe C. Ini jauh lebih urgen ketimbang pemekaran, yang biayanya bisa mencapai Rp500 miliar per provinsi baru.
Wahyu Hidayat, aktivis buruh dan pendiri Spirit Binokasih, menilai wacana ini hanya ambisi elit. “Rakyat Jabar tidak memikirkan pemekaran. Mereka ingin akses jalan layak, sekolah representatif, dan rumah sakit terjangkau. Elit yang haus jabatan gubernur saja yang getol bicara pemekaran!” sergah Wahyu.
Ia menyinggung kinerja pejabat yang belum maksimal, termasuk di legislatif. “Masa pejabat sekarang saja banyak yang lalai, malah mau tambah provinsi? Tambah pejabat, tambah korupsi!” tegasnya.
Studi Transparency International Indonesia 2024 menunjukkan indeks persepsi korupsi di sektor publik Jabar masih di angka 3,8 (skala 0-10), mengindikasikan perlunya reformasi birokrasi sebelum memikirkan pemekaran.
Kontroversi wacana ini diperparah oleh candaan Ono Surono, Wakil Ketua DPRD Jabar, di rapat paripurna. “Kalau misah-misah, Pak KDM jadi gubernur mana?” ujarnya, memicu tawa legislator tapi kecaman netizen. Wahyu menyebut candaan ini tidak substansial.
“Rakyat butuh solusi, bukan guyonan yang melecehkan Kang Dedi, pemimpin yang dekat dengan rakyat!” ujarnya.
Ono Surono dan Rahmat Hidayat Djati dinilai belum menunjukkan data atau kajian mendalam soal manfaat pemekaran. Sebaliknya, justeru narasi rivalitas eksekutif-legislatif terus dihangatkan.
Pada Mei 2025, fraksi PDIP walkout dari rapat paripurna, memprotes pernyataan Dedi yang dianggap merendahkan DPRD. Namun, di rapat berikutnya, Dedi dan Ono berjabat tangan, menunjukkan konflik ini lebih bersifat politis.
Rakyat Jawa Barat, dengan 50 juta jiwa, tidak butuh drama elit. Mereka ingin pemerataan pembangunan, seperti visi “Jabar Istimewa” yang diusung Kang Dedi Mulyadi yaitu pendidikan istimewa, kesehatan istimewa, infrastruktur istimewa.
Program seperti reaktivasi 11 jalur kereta api senilai Rp20 triliun dan pembangunan 1.000 rumah rakyat miskin di 2025 adalah bukti komitmen nyata untuk masyarakat.
Sekalipun belum dapat penuhi ekspektasi umum masyarakat, bersama Kang Dedi Mulyadi mari berjuang wujudkan Jawa Barat Istimewa yang unggul, bermartabat, dan sejahtera.
(Why)