Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

 


Indeks Berita

Said Iqbal-KDM: Bank Data Pekerja dan Kolaborasi Pusat-Daerah Wujudkan Keadilan Kerja

09 Juni 2025 | 13:23 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-10T07:43:58Z
Foto; Dok KSPI

Solidaritas.Online - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali menjadi sasaran kritik tajam Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). 


Ia menyoroti kegagalan Kemenaker sebagai bank data pekerja, yang seharusnya memetakan kebutuhan tenaga kerja secara transparan.


Setelah desakan buruh, Kemenaker malah menghadirkan job fair yang dinilainya keliru—seperti “sakit perut diberi obat pusing.” Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi nasional 5,05% tak berdampak signifikan pada penyerapan tenaga kerja, dengan pengangguran terbuka mencapai 7,86 juta orang (5,32%). 


Di Jawa Barat, kondisi lebih kritis: tingkat pengangguran terbuka 7,48% atau 1,9 juta orang, meski PDRB Jabar tumbuh 4,93%. 


“Ini kegagalan total pengelolaan pasar tenaga kerja. Menteri dan wakil menteri Kemenaker harus mundur!” tegas Said Iqbal.


Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menggemakan semangat perubahan dengan solusi konkret.


 

Ia menyerukan pembangunan sistem bank data pekerja untuk menghapus antrian panjang rekrutmen yang rentan dimanfaatkan mafia calo, yang memeras pekerja dengan biaya Rp5-20 juta. 


KDM juga mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jabar 2025 sebesar Rp31,68 triliun untuk mendorong perekonomian lokal dan menciptakan lapangan kerja. 


Realokasi anggaran Rp5,4 triliun difokuskan pada proyek strategis, seperti perbaikan 1.200 km jalan provinsi (anggaran naik dari Rp600 miliar ke Rp2,4 triliun), normalisasi Kali Bekasi (Rp3,6 triliun), pembangunan 1.000 rumah apung di Bekasi, dan pengembangan 10.000 UMKM baru yang berpotensi menyerap 50.000 pekerja. 


UMKM Jabar, yang menyumbang 58% PDRB dan menyerap 14,5 juta pekerja, menjadi prioritas utama untuk menggerakkan ekonomi inklusif.


KDM menjadikan kolaborasi antar pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat sebagai tulang punggung kebijakannya. Melalui dialog “Nganjang ka Warga” dan “Jabar Ngariung”, ia memastikan aspirasi masyarakat dan pemerintah lokal terakomodasi.


 

Kolaborasi pendanaan melibatkan APBD, APBN, CSR, KPBU, dan dana masyarakat, memastikan proyek padat karya seperti normalisasi sungai dan pembangunan infrastruktur berjalan efisien. 


KDM juga memangkas anggaran tak produktif, seperti perjalanan dinas (Rp1,5 miliar) dan hibah keagamaan (turun dari Rp345,8 miliar ke Rp132,5 miliar), untuk fokus pada kebutuhan rakyat. 


Ia juga bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN untuk normalisasi sempadan sungai dan dengan Kementerian Kesehatan untuk mitigasi dampak kesehatan pasca-bencana, seperti stunting.


Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, memuji visi Said Iqbal dan KDM sebagai terobosan yang berpihak pada buruh.


“Negara harus menjamin pekerja formal dan informal, dari pekerjaan hingga kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kebutuhan pokok. Sinergi ini harapan baru,” katanya.


Ia optimistis sinergi pemikiran kedua tokoh dapat mendorong kesejahteraan pekerja khususnya di Jabar sekalipun dia masih mempertanyakan apakah negara punya keberanian untuk memberikan terapi kejut dalam pemberantasan mafia calo ketenagakerjaan.


Namun, laporan Kemenaker 2023 menunjukkan job fair hanya menyerap 1,2 juta dari 3,5 juta pencari kerja, membuktikan kebijakan ini tak efektif.


Praktik mafia calo yang masih merajalela semakin memperburuk ketidakadilan.


Bank data pekerja yang terintegrasi harus menjadi prioritas untuk memastikan rekrutmen adil dan transparan.


Kolaborasi yang digagas KDM, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, harus diperluas untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja melalui proyek infrastruktur dan UMKM.


Jika sukses, Jabar bisa menjadi percontohan nasional untuk sistem tenaga kerja yang berkeadilan dan inklusif.

×
Berita Terbaru Update