Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

 


Indeks Berita

Dari Luka Menjadi Karya: Raden Maulana Khafid dan Tiga Psikolog yang Hadir Sebagai Penguat Harapan

14 Juni 2025 | 09:54 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-14T02:54:21Z
Foto: akun Instagram @khafid25jr

Solidaritas Online – Pendidikan bukan sekadar ruang akademik, tapi bisa menjadi tempat pemulihan. Di Universitas Bina Bangsa, seorang mahasiswa bernama Raden Maulana Khafid membuktikan bahwa keterbukaan terhadap luka justru bisa membuka jalan untuk tumbuh. 


Ia lahir di Serang, Banten, pada 25 Februari 2003. Di balik semangat belajarnya, tersimpan pengalaman psikologis yang berat.

Saat pertama kali memasuki ruang kuliah, dalam sesi perkenalan, Khafid dengan jujur mengungkap bahwa ia pernah mengalami tekanan mental. 


Pengakuan ini bukan hanya bentuk keberanian, tapi juga jadi awal mula perjalanan batin yang lebih sehat—karena dari situ, hadir sosok dosen yang membuka ruang empati.

Ririn Nur Abdiah Bahar, M.Psi., Psikolog, adalah dosen psikologi yang langsung merespons dengan hati terbuka. Ia mengajak Khafid berbincang empat mata, mendengarkan tanpa menghakimi. Ibu Ririn menjadi telinga yang sabar dan hati yang menguatkan. 


Sebagai akademisi sekaligus praktisi psikologi, beliau memahami pentingnya ruang aman di lingkungan pendidikan. Tak hanya memberi nasihat, ia juga memberi waktu dan perhatian penuh kepada Khafid—menunjukkan bahwa kehadiran manusia bisa jadi terapi tersendiri.


Kisah dukungan tak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, Khafid bertemu dengan Infanti Wisnu Wardani, M.Psi., Psikolog, seorang dosen yang menjadi teladan keteguhan perempuan. 


Beliau pernah menjalani masa kuliah pascasarjana sambil membesarkan anak. Tugas-tugas diselesaikan larut malam, disela tangis anak yang tertidur di samping laptop. 


Cerita ini dibagikan langsung kepada mahasiswa, termasuk Khafid, sebagai bentuk bahwa perjuangan hidup memang berat, tapi bukan alasan untuk menyerah.


Ibu Infanti juga mendukung kreativitas Khafid di bidang musik. Ketika mendengar lagu yang Khafid ciptakan tentang dirinya, beliau memutar dan mempromosikannya di media sosial. 


Dukungan seperti ini adalah bentuk konkret solidaritas antara dosen dan mahasiswa: tak hanya mengajar, tetapi ikut berdiri di belakang karya muridnya.


Tokoh inspiratif lainnya hadir dalam sosok Dery Kurniawan, M.Psi dosen muda yang juga seorang penulis. Ia tak ragu memberi kritik tajam kepada tulisan Khafid, menyebutnya sebagai “sampah dari emosi yang mentah.” 


Tapi bukan sebagai cercaan, melainkan dorongan. Dosen ini tahu: dalam sampah pun, bisa tumbuh kehidupan—asal diolah dengan benar.

Berkat arahan dari Pak Dery, tulisan-tulisan Khafid berkembang. Ia tak hanya menulis sebagai pelampiasan, tapi menjadikannya sarana berbagi. 


Buku pertamanya, “Karma Seorang Playboy,” lahir dari proses itu—karya yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan bisa ada di tangan orang lain, kini dibaca dan diapresiasi oleh banyak pihak, termasuk para dosennya sendiri.


Tak hanya buku, Khafid juga diikutsertakan dalam lomba menulis internasional berkat dorongan Ibu Ririn. 


Meski belum berhasil menang, pengalaman itu membentuk mentalitas juang yang lebih kuat. Gagal tak menjatuhkan, justru membentuk. Kini, Khafid dikenal bukan karena pencitraan, tapi karena kejujuran, keberanian, dan ketekunannya.


(Adil)

×
Berita Terbaru Update