Solidaritas.Online - Menjadi catatan kelam bagi Jawa Barat. Api melalap rumah dinas MPR, water barrier di sekitar Gedung DPRD Jawa Barat porak poranda, dan Gedung Sate—ikon kebanggaan rakyat Sunda—nyaris hangus terbakar, Malam 29 Agustus 2025.
Di tengah lautan massa yang marah, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi maju ke kerumunan, berusaha menenangkan ribuan orang.
Namun, dari balik kerusuhan itu lahir sosok misterius bak legenda: “Wiro Sableng”, pahlawan yang nekat memadamkan api, menyelamatkan Gedung Sate, dan menjaga warisan budaya dari kehancuran.
Gelombang demonstrasi yang mengguncang sejak 25 Agustus 2025 bukan sekadar unjuk rasa biasa.
Itu adalah jeritan rakyat yang lelah akan ketidakadilan: tunjangan DPR Rp50 juta per bulan, outsourcing yang mencekik buruh, upah murah, hingga PHK massal.
Wahyu Hidayat, pengurus Partai Buruh sekaligus pendiri Spirit Binokasih, menyampaikan duka atas hilangnya 10 nyawa dalam kerusuhan ini.
“Demonstrasi seharusnya menjadi sarana damai untuk menyampaikan aspirasi, bukan panggung anarki yang merusak fasilitas umum dan situs bersejarah seperti Gedung Sate,” ujarnya.
Namun, di balik tragedi itu, terselip cerita heroik. Seorang pahlawan tak dikenal dengan penuh keberanian memadamkan api di Gedung Pos dan Gedung Sate.
Wahyu Hidayat menegaskan bahwa sosok ini layak dihormati, pandangan yang juga diamini oleh Dedi Mulyadi.
Kerusuhan meninggalkan kerugian hingga Rp10 miliar, luka batin keluarga korban, dan duka mendalam.
Meski begitu, harapan tetap menyala. Dedi Mulyadi berjanji membantu renovasi mess MPR serta memberikan perlindungan kepada keluarga korban, termasuk Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas tragis.
Kini, panggilan itu jelas: saatnya kita semua menjadi “Wiro Sableng” di era modern. Bukan sekadar pahlawan yang memadamkan api fisik, melainkan juga keberanian melawan ketidakadilan tanpa kekerasan.
Gedung Sate harus tetap berdiri, dan demikian pula semangat rakyat Jawa Barat dalam memperjuangkan keadilan!
