![]() |
Partai Buruh gugat ambang batas parlemen 4% ke MK, soroti 17,3 juta suara rakyat terbuang di Pemilu 2024. Usulkan penghitungan berbasis dapil agar keterwakilan politik lebih adil. |
Solidaritas.Online - Partai Buruh resmi mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini terdaftar dengan Nomor 131/PUU-XXIII/2025 dan disidangkan dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Rabu (13/8/2025).
Pasal yang diuji antara lain Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang mengatur ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4% suara sah nasional untuk penentuan kursi DPR.
Aturan ini sebelumnya sudah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 pada 29 Februari 2024, yang menyatakan tetap berlaku untuk Pemilu 2024, namun bersyarat untuk Pemilu 2029 dan seterusnya jika telah ada perubahan ketentuan.
Kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahudin, menjelaskan gugatan ini fokus pada isu konstitusional terkait ambang batas parlemen yang dinilai menghalangi keterwakilan politik rakyat.
“Pemohon menyadari bahwa aturan ambang batas parlemen masih dinilai konstitusional dan dinyatakan MK sebagai kewenangan pembentuk undang-undang atau open legal policy,” ujarnya.
Namun, Pemohon mengacu pada Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait presidential threshold yang membuktikan bahwa MK dapat mengubah pendiriannya.
“MK memiliki kewenangan untuk meninjau kembali materi undang-undang, termasuk yang sebelumnya dinyatakan konstitusional, jika terbukti bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan prinsip rasionalitas,” tegasnya.
17,3 Juta Suara Rakyat Terbuang
Partai Buruh membeberkan data Pemilu 2024, di mana 17.304.303 suara atau 11,3% suara pemilih tidak terkonversi menjadi kursi DPR.
Fenomena wasted votes ini dinilai menghilangkan keterwakilan politik jutaan warga, khususnya di daerah yang memberi dukungan signifikan pada partai-partai di bawah ambang batas.
Menurut Pemohon, hal ini merugikan bukan hanya partai kecil, tetapi juga mengingkari prinsip demokrasi representatif, mempersempit pluralisme politik, dan menciptakan parlemen yang homogen.
“Suara rakyat yang sah tidak menghasilkan wakil di parlemen, ini melanggar asas demokrasi representatif dan merusak keadilan pemilu,” ungkap Said.
Usulan Ambang Batas Berbasis Dapil
Partai Buruh menilai penerapan ambang batas secara nasional tidak proporsional dalam sistem pemilu proporsional. Sistem ini sejatinya dirancang untuk meminimalkan suara terbuang, bukan menghilangkannya.
Oleh karena itu, Pemohon mengusulkan alternatif: jika ambang batas tetap diberlakukan, perhitungannya dilakukan di tingkat daerah pemilihan (dapil), bukan nasional.
Dalam petitumnya, Partai Buruh meminta MK menghapus ambang batas parlemen nasional. Jika dianggap perlu tetap ada, Pemohon mendorong penerapan berbasis dapil agar representasi politik lebih adil.
MK Beri Waktu Perbaikan
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta Pemohon mempertegas legal standing dalam permohonan.
Majelis Hakim memberi waktu 14 hari untuk perbaikan, dengan batas akhir Selasa (26/8/2025) pukul 12.00 WIB.