Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

 


Indeks Berita

Partai Buruh Dukung Penuh Putusan MK 135: Fondasi Baru Demokrasi Pemilu 2029

01 Agustus 2025 | 14:53 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-01T07:53:19Z
Partai Buruh menyatakan dukungan penuh terhadap Putusan MK 135/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029. Langkah ini dinilai memperkuat demokrasi, mengurangi beban pemilu serentak, dan menjamin kedaulatan rakyat.(Dok: Ocha Herma-one) 

Solidaritas.Online - Partai Buruh menegaskan komitmennya untuk mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah mulai Pemilu 2029. 

Putusan ini dianggap sebagai langkah revolusioner untuk memperbaiki sistem demokrasi Indonesia, yang selama ini terbebani oleh pemilu serentak "lima kotak". 

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam seminar bertajuk “Redesain Sistem Pemilu Pasca Putusan MK” di Jakarta, Kamis (31/7/2025), menyatakan bahwa partainya berdiri teguh bersama MK dengan slogan “We Stand with MK”.

Putusan MK tersebut mengamanatkan bahwa pemilu nasional, yang mencakup pemilihan presiden/wakil presiden, DPR, dan DPD, harus dipisahkan dari pemilu daerah, seperti pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah, dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun. 

Langkah ini dianggap mampu mengurangi beban administratif, logistik, dan kelelahan sistemik yang dialami penyelenggara pemilu, serta meningkatkan kualitas partisipasi politik masyarakat. 

Said Iqbal menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga wajib ditaati oleh semua pihak, termasuk DPR dan pemerintah. 

Ia bahkan memperingatkan bahwa Partai Buruh siap memobilisasi ribuan massa jika putusan ini tidak diimplementasikan.

Wahyu Hidayat, pengurus Exco Partai Buruh sekaligus pendiri Spirit Binokasih, yang turut hadir dalam seminar tersebut, menyoroti pentingnya supremasi konstitusi. 

Mengutip Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, ia menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, di mana konstitusi tidak hanya menjadi sumber hukum tertinggi (supreme source of law), tetapi juga sumber etika tertinggi (supreme source of ethics). 

“Nilai-nilai luhur konstitusi harus mengarahkan struktur politik dan perilaku publik. Menjadi aneh ketika ada pejabat publik yang menolak putusan MK, apalagi tidak memahami amar putusan atau peran MK sebagai negatif legislator,” ujar Wahyu. 

Ia juga mengkritik adanya indikasi manuver di kalangan legislator untuk menentang putusan MK, yang menurutnya bertentangan dengan Pasal 1 UUD 1945. 

Pasal tersebut menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut UUD. 

“Kata ‘adalah’ dalam pasal itu tegas. Pejabat negara tidak boleh sedikit pun berpikir untuk menolak putusan MK,” tegas Wahyu.

Putusan MK 135/2024 dinilai sebagai koreksi sistemik terhadap praktik pemilu serentak yang telah menimbulkan berbagai masalah, seperti kejenuhan pemilih, menurunnya partisipasi politik, dan tingginya beban bagi penyelenggara pemilu. 

MK mencatat bahwa pemilu serentak 2019 menyebabkan banyak korban jiwa di kalangan petugas pemilu akibat kelelahan sistemik. 

Dengan pemisahan pemilu, diharapkan evaluasi terhadap pemimpin nasional dan daerah dapat dilakukan secara lebih fokus dan objektif, serta mendorong partai politik untuk memperbaiki kaderisasi.Namun, putusan ini juga menuai pro dan kontra. 

Sejumlah pihak, seperti Puan Maharani, menyebut pemisahan pemilu bertentangan dengan UUD, sementara Wakil Ketua Umum Partai Golkar menyatakan putusan ini “mengguncang bumi politik”. 

Di sisi lain, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menyambut positif putusan ini, menilainya memberi ruang untuk desain pemilu yang lebih terukur dan efisien. 

Partai Buruh sendiri tidak mempermasalahkan perpanjangan masa jabatan DPRD atau pengangkatan penjabat kepala daerah sebagai solusi transisi menuju sistem baru. 

Said Iqbal menegaskan bahwa perpanjangan jabatan ini sesuai dengan pengecualian konstitusional berdasarkan putusan MK.

Partai Buruh juga menolak keras wacana pemilihan kepala daerah atau presiden melalui DPRD atau MPR, yang dianggap sebagai kemunduran demokrasi menuju praktik Orde Baru. 

“Kami akan berada di barisan terdepan bersama masyarakat sipil untuk menolak ide tersebut, bahkan dengan aksi besar-besaran jika diperlukan,” tegas Said Iqbal.Putusan MK ini menjadi titik balik penting dalam reformasi demokrasi Indonesia. 

Pemisahan pemilu diharapkan menciptakan sistem pemerintahan yang lebih seimbang, di mana pusat dan daerah dapat dikelola secara independen dengan mandat langsung dari rakyat. 

Namun, tantangan ke depan adalah memastikan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada dilakukan secara cermat untuk mengakomodasi putusan MK. 

Masyarakat sipil, media, dan penyelenggara pemilu diminta berperan aktif mengawal implementasi putusan ini agar menjadi tonggak baru penguatan demokrasi elektoral.Dengan semangat “We Stand with MK”, 

Partai Buruh mengajak seluruh elemen bangsa untuk menghormati putusan MK dan bersama-sama merancang Pemilu 2029 yang lebih demokratis, efisien, dan berkeadilan. 

Langkah ini bukan hanya soal teknis pemilu, tetapi juga tentang memastikan kedaulatan rakyat tetap menjadi inti dari demokrasi Indonesia.***
×
Berita Terbaru Update